Anak Kos Ramah Lingkungan

Sunday, March 22, 2009

Anak Kos Ramah Lingkungan


Beberapa hari terakhir saya bersama teman-teman kos sedang mengupayakan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Ide ini terinspirasi saat lokakarya Young Changemakers (YCM) Ashoka Indonesia di Bogor 8-10 Maret yang lalu. Di sana saya bertemu sedikitnya 16 teman YCM lain dari berbagai kota. Ada seorang teman yang memberi inspirasi tersendiri, Billy, YCM asal Medan. Ia merupakan eks napi. Bersama teman-teman lain ia mengorganisasikan diri dalam rangka memberdayakan teman-teman eks napi.


Ide Billy yang sempat saya coba adalah membuat asbak atau kerajinan lainnya dari sampah kantong plastik. Konon kata, prosesnya mudah. Cukup dengan panci yang dipanaskan pada suhu tertentu, masukan sebanyak mungkin sampah kantong plastik yang sudah dibersihkan. Tunggu sampai mencair betul. Angkat dan cetaklah pada sebuah kayu yang sudah dipersiapkan.


Saya bayangkan proses produksi asbak plastik itu demikian mudah. Selang sehari sepulang lokakarya, saya provokasi teman-teman kos untuk mempraktekan pengetahuan baru itu. Syukur, teman-teman kos antuasias. Bahkan suatu malam, tepatnya 13 Maret, kami berdelapan mendeklarasikan sebuah gerakan, “Anak Kos Ramah Lingkungan”. Gerakan ini bertujuan untuk mendaurulang sampah kantong plastik menjadi produk lain yang lebih fungsional. Bahkan selain sebagai bentuk kepedulian terhadap dampak buruk sampah kantong plastik, gerakan ini apabila bisa berkembang dengan sendirinya mampu langgeng tanpa uluran pihak manapun. Kuncinya terletak pada basis produksi berupa home industry yang mengolah sampah menjadi asbak dan benda-benda lainnya.


Setelah mengumpulkan banyak kantong plastik dan cetakan kayu yang dipesan sudah siap, kami mencoba melebur plastik-plastik itu di atas kompor minyak. Kami tunggu sampai 1,5 jam sama sekali tidak mencair. Si plastik hanya lembek seperti gulali. Kemudian malam harinya kami mencoba melebur ulang dengan kompor gas. Dan benar, hanya 45 menit berselang, si plastik sudah menjadi bubur serupa lahar panas. Kami tuang cairan hitam itu dicetakan kayu. Kami tunggu hingga dingin betul.


Esok pagi sehabis bangun, dengan semangat dan penuh rasa penasaran saya buka cetakan kayu itu. Naas, cerita indah tak kami peroleh. Bubur plastik mengering di cetakan kayu dan tak bisa dilepas. Beberapa sisi kami cungkil-cungkil dengan pisau. Kondisinya sama sekali hancur.


Saya tak putus asa. Siangnya saya dan Ferry (Koordinator) membeli kompor gas. Dengan kompor ini kami berpikir berbagai eksperimen akan mungkin dilaksanakan tanpa harus mengganggu kerja orang lain seperti malam yang lalu. Tak lupa kami juga belanja selang plastik, pipa pralon, dan lainnya untuk membuat cerobong asap. Ide ini berkat saran dari Pak Slamet yang meminjamkan beberapa saat kompor gas di warungnya untuk kami pakai.


Siang itu cerobong asap selesai kami bangun. Tutup panci saya sambung dengan pipa yang terbuat dari gulungan seng alumunium. 20 senti dari pipa seng itu, selang plastik sepanjang tiga meter siap mengantarkan asap ke cerobong setinggi lima meter. Semuanya sudah siap. Dengan was-was saya coba lebur ulang sisa adonan plastik malam kemarin. Benar, lima menit kemudian asap putih terlihat keluar dari cerobong asap. Eksperimen berhasil, tinggal menunggu cetakan plat yang kami pesan di tukang las siang tadi.


Seorang teman memberi masukan untuk menyaring asap buangan melalui air. Menurutnya air akan menyaring partikel-partikel tertentu dan cerobong hanya mengalirkan sisa serta bau asap. Tanpa buang waktu saya olah informasi itu. Dibantu Wahyu saya belanja kotak makanan kedap udara. Kotak itu akan saya buat menjadi kompresor udara agar si asap mampu menembus ke dalam air.


Untung saja saya mempunyai kipas angin CPU 12 DC Volt. Di gudang belakang, radio tuner FM buatan sendiri saya ambil trafo dan regulatornya menjadi seperangkat adaptor 5 A 12 Volt. Saya lem kipas tepat di tengah-tengah kotak plastik itu. Di bagian kedua sisinya saya beri lubang sebesar selang plastik menggunakan solder. Kurang-lebih 2 jam dua kompresor selesai saya kerjakan.


Cara kerja kompresor itu seperti exhaust fan yang menyedot asap rokok atau udara panas dan membuangnya ke luar. Dari panci asap akan dialirkan melalui selang ke kompresor 12 Volt. Kemudian asap tersebut akan disedot dan diputar oleh fan dan melalui selang disalurkan ke bejana berisi air. Kemudian, dari bejana itu dipasang selang yang terhubung langsung ke cerobong asap. Fungsi kompresor di sini sebagai pendorong agar asap mampu melewati air di bejana tersebut.


Sore harinya kami eksperimen untuk ketiga kalinya. Semuanya sudah terpasang. Aliran listrik juga sudah disiapkan untuk mengaktifkan kompresor. Kemudian kami nyalakan kompor gas. Beberapa menit kemudian kompresor terisi penuh asap putih yang pekat. Kembali lagi, tak ada cerita indah di eksperimen kali ini. Kompresor buatan saya tak mampu memompa asap melewati air dalam bejanan. Asap hanya berputar di kompresor. Dan tiba-tiba saja kompresor terisi cairan berwarna kuning kecoklatan. Cairan itu saya pikir merupakan hasil sublimasi asap.


Selang berapa menit kemudian selang plastik lumer tak kuat menahan panas. Asap masih saja memenuhi kompresor. Akhirnya selang yang masuk ke air kami angkat dan langsung diteruskan ke cerobong asap. Asap mengepul, terbang ke udara. Setelah asap habis terhisap, kami buka tutup kompresor. Seketika kami terhenyak, cairan kuning itu berbau sangat menyengat serta berminyak. Tak hanya itu, lem yang saya pakai untuk merekatkan kipas ke kotak kompresor menjadi larut. Saya dan teman-teman menjadi panik. Dengan cepat saya buang cairan itu ke saluran air. Bau itu begitu menusuk, takut tetangga ribut dikira ada kebakaran atau aktivitas lain.


Kejadian ini membuat kami down. Pasalnya proses daur ulang yang akan kami usahakan ternyata menghasilkan polusi yang serius. Langsung saya SMS Ade, sarjana Kimia. Saya informasikan percobaan yang tadi kami lakukan. Ia menyarankan agar berhati-hati, mungkin asap serta cairan itu beracun/ berbahaya. Selepas itu saya berembung dengan teman-teman kos untuk sementara waktu memending proses daur ulang sebelum ditemukan teknik menanggulangi limbah/ polusi. Kami khawatir tujuan ramah lingkungan berbuntut pada perusakan alam (udara serta air) dari dampak proses daur ulang sampah plastik itu. Sampai saat ini kami belum menemukan teknik itu. Segera setelah itu, kami siapkan Plan B agar gerakan “Anak Kos Ramah Lingkungan” tetap bisa berjalan. [FPA]

Dalam Situs Ini